Sunday, August 14, 2016

Haruskah Guru Mengajar dan Mendidik Berbasis Cinta?

(Sumber Gambar : unsplash.com)

Salah satu diantara permasalahan besar Negara kita saat ini adalah telah terjadi krisis moral, terbukti dari berbagai macam kasus yang telah terjadi mulai dari kasus pelecehan atau kekerasan seksual sebut saja kasus siswa Jakarta Internasional School (JIS), Yuyun di Bengkulu atau kasus Eno Farihah di Tangerang, kasus pembunuhan mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) di Yogyakarta, kasus narkotika bahkan ditetapkan Negara dalam kondisi darurat, hingga kasus pelecehan atau penistaan agama yang baru-baru ini terjadi di Tanjungbalai Sumatera Utara. 

Beragam kasus tersebut tidaklah terjadi dengan sebab kebetulan, kita mesti mengakui secara jujur bahwa semua yang telah terjadi tersebut merupakan masa panen dari benih yang sudah lama ditanam. Mengenai kapan menanamnya, itu tidaklah penting sebab tugas Negara saat ini adalah untuk mengoabati yang telah terjadi dan tugas kita sebagai generasi yang peduli adalah mencegah yang belum terjadi. 

Kita sebagai guru atau calon guru adalah orang yang berada pada lini pendidikan, lini yang sangat strategis untuk diharapkan menjadi garda terdepan membidik generasi muda Indonesia. Mengingat bahwa tugas seorang guru adalah mengajar dan mendidik, tugas mengajar mungkin bisa saja digantikan oleh tehnologi canggih akan tetapi ingatlah hingga saat ini tugas mendidik belum pernah bisa digantikan oleh teknologi secanggih apapun. Jadi, tugas mendidik murni menjadi tugas seorang guru. Pada tugas mengajar dan mendidik inilah seorang guru diharapkan mampu mencegah krisis moral Negara dan bangsa ini. 

Mari kita mulai pencegahan krisis moral ini dengan mengevaluasi diri, lalu membenahi karakter yang kita miliki, diantara karakter yang harus kita miliki sebagai seorang guru dan calon guru diantara yang paling pokok (dalam buku Begini Seharusnya Menjadi Guru)  adalah yang pertama ikhlas dalam melaksanakan tugas, ini perkara yang sudah banyak dilalaikan oleh guru. Obsesi seorang guru bukanlah gaji akan tetapi semestinya semua kita jadikan ibadah yang akan dibalas oleh Allah Ta’ala kelak, dengan keikhlasan kita akan mengajarkan ilmu penuh penghayatan sehingga tidak ada yang sia-sia. Yang kedua adalah jujur, kejujuran seorang guru akan menyebabkan dirinya agung di mata anak didiknya, sehingga tidak hanya wibawa penampilan luarnya saja akan menancap dalam ke dalam hati para siswanya, sehingga membekas kuat. Yang ketiga adalah sejalan antara ucapan dan perbuatan, hendaklah seorang guru adalah orang yang paling pertama melaksanakan apa yang diajarkannya, mengerjakan apa yang dia perintahkan dan menjauhi apa yang dia larang. 

Satu hal lagi yang terpenting untuk membenahi diri dari karakter yang harus kita sebagai guru dan calon guru miliki adalah membungkus segala upaya kita dengan penuh rasa cinta. Cinta merupakan elemen mendasar yang menyusun perasaan manusia, cinta juga menjadi naluri dasar yang merupakan nikmat agung Allah Ta’ala maka karena itulah manusia harus hidup dengan penuh rasa cinta (dalam el-fata vol.16). Bukankah dengan cinta semuanya akan berubah? Termasuk rumah sempit bisa terlihat menjadi luas, suasana sepi akan jadi ramai. Jika begitu adanya, maka seorang guru harus dipenuhi rasa cinta dalam mengajar dan mendidik sehingga terwujudlah generasi negeri yang beriman, cerdas, santun dan bermoral baik.